ada apa dengan survey

ada apa dengan survey

Ada apa dengan survey? Bisakah hasil survey menjadi jaminan kemenangan? Dapatkah survey “disalahkan” ketika ada perbedaan antara hasil survey dengan hasil pemilu? Jika demikian, dimana letak manfaat survey? Tentu kita harus lebih bijak menyikapinya terutama dalam iklim demokrasi dan upaya pengembangan lembaga politik yang kuat dan mapan.
Pasca reformasi di Indonesia, demokrasi terbuka lebar dan masyarakat dapat mengartikulasikan kepentingannya dengan terbuka. Kini adalah rakyat yang memilih pemimpinnya secara langsung maka rakyat adalah subyek utama.. Dalam alam yang demikian ini menjadi penting untuk memahami aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. Pertanyaan yang muncul bagaimana kita bisa memahami aspirasi public (masyarakat luas) sedini, seakurat mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah?
Ilmu pengetahuan telah tumbuh dengan canggih dan telah tersedia instrumen survey opini public untuk membaca aspirasi, harapan, kekecewaan dan dukungan public. Survey adalah peralatan ilmiah yang dipergunakan untuk mengetahui pendapat masyarakat atas isu-isu yang berhubungan dengan masalah public yang dilakukan dengan suatu penelitian. Salah satu isu publik yang menarik untuk diketahui adalah siapa pemimpin atau kepala daerah yang dikehendaki oleh rakyat? Di sinilih arti penting survey politik.
Didukung pula oleh hadirnya sistem pemilihan langsung untuk memilih presiden, kepala daerah maupun anggota legislative. Jika kita hitung untuk memilih gubernur saja, jika satu provinsi memiliki 4 pasangan calon sedang di Indonesia terdapat 33 provinsi maka akan ada 132 calon pasangan. Jumlah kabupaten/kota di Indonesia mencapai 450 daerah, jika ada 4 pasangan bupati/wakil bupati maupun walikota dan wakilnya di tiap kabupaten/kota maka akan ada 1800 pasangan calon. Belum lagi calon anggota legilatif yang juga dipilih langsung. Jumlah yang luar biasa bagi industri survey politik. Maka tidak heran, lembaga survey opini public bermunculan dan menjadi pemain baru yang bamyak diperhitungkan.
Para calon yang hendak mengikuti perhelatan pemilu berkepentingan dengan opini public. Mereka tentu ingin melihat seberapa dikenal di mata rakyat? Apakah progam yang ditawarkan sesuai? Apa saja yang harus dilakukan jika ingin menaikkan popularitas? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa dijawab melalui survey.
Kegiatan survey bisa menjadi terobosan untuk menggantikan cara-cara lama dalam memahami masalah public. Jika dahulu seorang pemimpin ataupun calon pemimpin harus berkeliling dari kampong ke kampong menyelenggarakan pertemuan. Hadirnya metode survey ini bisa menggantikan cara-cara tersebut dengan biaya yang lebih rendah dan lebih efektif. Meski demikian survey tentu tidak menggantikan secara utuh sebab rakyat tentu tetap ingin dekat dengan pempimpinya dalam bentuk pertemuan langsung.
Kode etik
Kita bersyukur bahwa banyak orang mulai membaca karya ilmiah paling tidak dibuktikan dengan maraknya survey akhir-akhir ini. Bangsa yang masih terbelakang seperti kita memang sangat membutuhkan panduan ilmu pengetahuan untuk bisa tegak di tengah bangsa-bangsa. Akan tetapi ilmu, bagaimanapun bentuknya, selalu berada di tengah konteks. Manfaat ilmu akan maksimal kalau kita juga memahami konteks itu (Radhar Tribaskoro, 2008)
Jika demikian, bagaimana kita meletakkan survey di tengah-tengah proses pemilu termasuk di dalamnya pilkada? Sebagai alat tentu survey amat dibutuhkan. Ibarat suhu tubuh, untuk mengukurnya kita butuh thermometer. Begitu juga dengan pemilu, suhu panas atau dinginnya pemilu bisa kita ukur dengan alat yaitu survey. Dengan survey kita bisa melihat bagaimana tingkat popularitas, daerah mana yang menjadi potensi suara, hal-hal apa saja yang dibutuhkan rakyat sebagai pemilih hingga kebijakan ke depan yang layak untuk dijadikan prioritas. Banyak hal yang dapat diungkap melalui survey.
Sekali lagi kita mesti ingat survey terutama survey politik adalah alat pengukur bukan alat pemenangan. Hal ini cukup beralasan, mengingat perhelatan pemilu secara umum merupakan ranah politik yang seringkali amat sulit diramalkan secara akurat sebelunya. Saat pemilih dalam bilik suara adalah saat yang menentukan. Di dalam bilik suara itulah suara tuhan berbicara seperti ungkapan lama suara rakyat adalah suara tuhan. Apa yang mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan? Ada beragam variabel yang mempengaruhinya antara lain track record tokoh/kandidat yang diusung, popularitas, mesin politik serta pemilih sebagai subyek (Anhar Widodo, Joglosemar 24 April 2008).
Memang dalam banyak hal survey bisa saja di salah pergunakan. Survey tidak dilakukan sesuai kaidah, mengesampingkan nilai obyektifas dan tidak memihak. Untuk itu, kegiatan survey opini public tidak hanya berkaitan masalah teknis ilmiah. Pengukuran opini public sangat lekat dengan seperangkat norma, aturan atau etika..
Mengapa? Sebab kegiatan survey mengikut sertakan manusia. Peneliti tidak hanya dituntut menjalankan penelitian dengan metode yang benar, tetapi juga punya tanggung jawab terhadap obyek yang diteliti. Kode etik ini paling tidak menyangkut empat pihak yaini public (masyarakat luas), responden dan profesi serta klien. Ada sejumlah etika yang mengatur hubungan antara peneliti atau penyelenggara survey dengan keempat pihak tersebut diantaranya kejujuran, obyektif dan profesionalitas. Etika ini diharapkan dapat menuntun lembaga-lembaga survey untuk menyelenggarakan survey yang dapat dipertanggungjawabkan. Semoga

Tidak ada komentar: