aspek sosiologis konversi minyak tanah

Aspek Sosiologis Konversi Minyak Tanah
May 10, '08 8:18 AMfor everyone
artikel berikut di muat di OPINI Harian Sindo Sore, Selasa, 04/09/2007
Kebijakan pemerintah untuk melakukan konversi minyak tanah ke elpiji pada kenyataannya tidak berjalan seperti yang diharapkan.Gejolak pun terjadi, tidak hanya pada masyarakat di wilayah konversi yakni DKI Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Cimahi, Semarang, dan Surabaya,masyarakat di luar wilayah konversi pun mengalami keresahan serupa.
Hampir seluruh pangkalan maupun agen minyak tanah diserbu konsumen menimbulkan antrean yang cukup panjang.Dampak yang paling pahit adalah melonjaknya harga.Situasi ini ditengarai terjadi karena kebijakan pemerintah untuk melakukan konversi. Pertanyaannya,mengapa hal ini mesti terjadi?
Ada beragam kendala yang menjadi penyebab.Selain dari sisi kebijakan yang memang harus diakui tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang, kita pun harus memahami, tampaknya masyarakat memang belum siap. Langkah yang tepat ketika pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa transisi dari minyak tanah ke elpiji sampai masyarakat lebih siap.
Dalam peralihan itu,pemerintah tetap akan memasok minyak tanah ke wilayah yang masyarakatnya sudah menerima paket kompor gas dan tabung elpiji.Dengan masa transisi yang lebih lama, masyarakat diharapkan lebih terbiasa sehingga gejolak bisa dihindari. Untuk tepat program konversi di mana pemerintah menargetkan bisa menjangkau enam juta kepala keluarga di Jawa dan Bali selayaknya ditunda.
Lebih dari itu,minyak tanah merupakan sumber daya penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pengguna minyak tanah didominasi rumah tangga golongan menengah ke bawah, para penjaja makanan dan usaha rumah tangga yang masuk dalam kategori usaha kecil. Mereka telah bertahun-tahun menjadi pengguna minyak tanah dan telah menemukan kemapanan, bahkan telah merasakan bahwa minyak tanah menjadi bagi hidupnya.
Dalam posisi demikian, amatlah sulit untuk melakukan perubahan,dibutuhkan waktu dan sosialisasi yang kontinu. Kita menyadari bersama bahwa konversi dalam pengertian individual maupun kolektif bukanlah masalah teknis belaka,juga menyangkut perubahan sistem sosial masyarakat yang kompleks,terutama menyangkut kesiapan untuk melakukan perubahan.
Hal itu berkaitan erat dengan pilihanpilihan tindakan sosial yang banyak dipengaruhi persepsi individual maupun budaya yang bersifat kolektif. Perubahan sosial akan dihadapi masyarakat yang terkena konversi maupun agen-agen, pangkalan yang selama ini menjadi jalur distribusi minyak tanah.Mereka mempunyai kepentingan dan rasionalitas tindakannya sendiri-sendiri.
Inilah aspek sosiologis yang harus diperhatikan.Para pengguna minyak tanah telah memilih tindakan sesuai rasionalitasnya.Rasionalitas yang meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu harus dipahami memiliki macam-macam tujuan. Atas dasar itulah,kemudian individu menentukan satu pilihan di antara tujuan-tujuan yang saling bersaing ini.
Lalu,individu itu menilai alat yang mungkin dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dipilih tadi. Dalam hal ini,seseorang berusaha mengumpulkan informasi,mencatat kemungkinan-kemungkinan,serta hambatan-hambatan yang terdapat dalam lingkungan dan mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dari beberapa alternatif tindakan itu.
Akhirnya,suatu pilihan dibuat yang mencerminkan pertimbangan individu atas efisiensi dan efektivitas. Selain berkaitan dengan aspek individual,situasi sosial-budaya masyarakat juga ikut berpengaruh. Pascareformasi dan terbukanya kehidupan yang demokratis membawa nilai baru dalam masyarakat bahwa tidak semua kebijakan pemerintah secara otomatis mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Hal itu berbeda dengan masa Orde Baru yang tertutup dan otoriter.Situasi tersebut menyebabkan masyarakat menjalankan kebijakan dengan keterpaksaan. Alhasil, masyarakat tidak terlalu memikirkan apakah kebijakan tersebut sesuai atau tidak dengan dirinya, mereka hanya mempertimbangkan untuk ikut serta atas dasar nilai semu ’’menyukseskan program pemerintah”.
Tindakan itu dapat dipandang bersifat nonrasional dalam hal seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara objektif mengenai tujuan-tujuan yang mana yang harus dipilih.Pertimbanganpertimbangan rasional mengenai kegunaan (utility),efisien,dan lain-lain tidak banyak berpengaruh.
Konversi Berbasis Masyarakat Untuk itu,yang terpenting dari sebuah upaya konversi adalah menempatkan masyarakat sebagai pemegang kunci,penentu,atau pengambil putusan. Harapan kita bersama, masyarakat dapat menentukan pola konversi sendiri. Dengan demikian,jika konversi itu harus dilakukan, dilaksanakan atas dasar kesukarelaan. Pola konversi menyangkut waktu, bentuk, dan mekanisme konversi sesuai harapan masyarakat.
Hal itu akan memengaruhi pola atau konsep konversi yang tepat untuk diterapkan. Proses sosialisasi menjadi kunci keberhasilan konversi. Proses sosial itu berkaitan dengan penyediaan ruang informasi yang seimbang. Tidak hanya berkaitan dengan keunggulan, juga kelemahan konversi. Tentu saja,hal ini penting untuk dicermati karena situasi yang tidak menentu terkadang menjadi awal munculnya perbedaan pendapat yang tak jarang berakhir dengan konflik sosial.
Pelajaran penting yang dapat dipetik dari kebijakan konversi ini bahwa setiap kebijakan memang harus dibicarakan dengan masyarakat.Ada ruang partisipasi publik sehingga identitas yang dikehendaki warga ke-mudian tidak tercerabut oleh kebijakan satu arah dari pemegang kuasa.Dengan demikian, masyarakat memiliki identitas dan kontrol terhadap perkembangan kehidupannya untuk mempertahankan keunikan dan karakter khasnya.Jika demikian adanya,perubahan sosial akan berjalan dengan damai dan bermanfaat bagi masyarakat.( ADI HIMAWAN, Peneliti di Laboratorium of Urban Crisis and Community Development (Lab UCYD), Jurusan Sosiologi, FISIP, UNS )

Tidak ada komentar: