mungkinkah pasar tradisional bertahan?

mungkinkah pasar tradisional bertahan?

artikel berikut pernah dimuat di opini, harian Sindo edisi 12-12-2006
Mungkinkah Pasar Tradisional Bertahan?

Oleh: Adi Himawan
Menarik mengikuti tulisan Tawaf T Irawan dalam artikelnya Regulasi Pasar Modern (Sindo, 11 Desember 2006). Dalam tulisannya Tawaf mengungkapkan pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap pasar tradisional, agar pasar rakyat ini tidak tergilas oleh penetrasi pasar-pasar modern. Salah satu jalannya dengan segera mengeluarkan regulasi pasar modern.
Tulisan tersebut juga membuka mata hati kita betapa keadaan pasar tradisional amat memprihatinkan. Di tengah persaingan yang tidak seimbang dengan pasar modern, pemerintah justru tidak turun tangan untuk memberikan solusi dan regulasi. Akibatnya pasar tradisional cepat atau lambat akan punah. Tak bisa dipungkiri, pasar tradisional adalah salah satu local genius yang sampai sekarang masih bertahan dan mencoba untuk mengembangkan diri agar mampu bersaing di tengah arus modernitas. Di tengah gerak jaman yang menghadirkan pasar-pasar modern (mall, supermarket, hypermarket) sebagai lembaga ekonomi baru, keberadaan pasar-pasar tradisional pun mulai terdesak.
Pertanyaannya kemudian mungkinkah pasar tradisional dapat bertahan? Pasar tradisional akan tetap mempunyai pesona tersendiri di tengah kehidupan masyarakat modern asal dikelola dengan baik dengan mempertahankan keunikan dan karakter khasnya. Bahkan, pasar tradisional sebetulnya berpotensi sebagai ikon sebuah daerah. Patut disayangkan jika pasar tradisional tergusur oleh deru pembangunan pasar modern. Mengingat, potensi sosial, ekonomi maupun budaya yang telah berkembang lama di pasar tradisional. Bagi pedagang pasar tradisional keadaan memang semakin sulit.
Selain melawan modal (pasar modern) yang lebih kuat, juga harus bertarung dengan sistem nilai budaya dan perubahan perilaku sosial konsumen. Masyarakat bergerak mengarah pada budaya instan, mementingkan individualisme. Dalam memenuhi kebutuhannya, konsumen mencari tempattempat yang menawarkan keindahan, kenyamanan dan pelayanan yang prima. Sebuah sistem perilaku yang diakomodasi dalam aktivitas pasar modern. Maka, penting keberpihakan dan kejelasan arah pemerintah terhadap ketersediaan lembaga ekonomi.
Sebab, kalau tidak ada keberpihakan pasar tradisional akan lebih cepat tergilas. Keberpihakan bisa dimulai dengan memaknai pasar tradisional sebagai potensi yang patut dikembangkan. Pasar tradisional bukan hanya sekedar ruang, akan tetapi sebagai lembaga sosial yang terbentuk karena proses interaksi sosial dan kebutuhan masyarakatnya. Selanjutnya, untuk mewujudkan pasar tradisional sebagai lembaga ekonomi, maka penting untuk membenahi berbagai hal, di antaranya adalah sisi fisik pasar, manajemen dan aspek layanan pasar sesuai tuntutan zaman.
Tak bisa dipungkiri lorong yang makin menyempit karena banyaknya pedagang yang meletakkan dagangan melampui batas membuat pembeli harus berdesakan dalam berbelanja. Belum lagi tempatnya yang kotor, bau pengap, singkatnya suasana berbelanja yang tidak nyaman menjadi alasan yang banyak dipakai untuk meninggalkan pasar tradisional. Perbaikan kondisi fisik ini merupakan pekerjaan rumah yang tak ringan bagi pemerintah untuk merehab dan membenahi. Dalam hal pengelolaan, pemerintah (daerah) memang terlihat kepayahan, terlihat dari manajemen yang tidak berjalan baik sehingga tumbuh kesemrawutan dan tak terawatnya pasar.
Ke depan, untuk memperbaiki manajemen perlu keterlibatan komunitas pasar lewat paguyuban pedagang pasar yang telah banyak terbentuk untuk menjadi mitra dalam mengelola pasar. Inilah sinergisitas yang akan membuahkan sebuah kerja kolektif untuk pengelolaan pasar tradisional. Adalah sebuah keniscayaan, menempatkan pasar tradisional sebagai soko guru pengembangan ekonomi dan menempatkan pasar modern sebagai ”pemanis” wajah tata ruang kota. Semua ini menjadi mungkin jika ada konsistensi pemerintah melihat pasar tradisional sebagai potensi untuk mengembangkan daerahnya.
Ada dua kota yang bisa menjadi percontohan dalam hal pengelolaan dan keberpihakan terhadap pasar tradisional, yakni Kota Yogyakarta dan Kota Solo. Seperti telah kita ketahui bersama lima pasar tradisional dari 31 pasar tradisional di Kota Yogyakarta rencananya akan diperbaiki hingga akhir tahun 2006 melalui progam revitalisasi. Dana sekitar Rp1,7 miliar dikucurkan lewat APBD Kota Yogyakarta (Sindo, 6 April 2006). Namun, karena musibah gempa proses revitalisasi kemudian tersebut. Langkah yang sama juga dilakukan pemerintah kota Solo yang juga melakukan langkah serupa.
Wali Kota Solo mengambil kebijakan untuk melaksanakan proyek rehabilitasi pasarpasar tradisional dengan mengucurkan dana Rp7,7 miliar. Dana APBD tersebut sedianya untuk merehabilitasi 12 pasar dari 38 pasar tradisional yang saat ini masih eksis. Kabar ini tentu menggembirakan, inilah langkah maju pemerintah daerah untuk melindungi dan menampakan keberpihakan terhadap potensi ekonomi lokal.
Pasar Tradisional Sebagai Aset
Jika menengok ke belakang, sebagai lembaga ekonomi, pasar tradisional telah berkembang cukup lama. Sebagai contoh Pasar Gede yang bangunannya didesain oleh Thomas Karsten di masa kekuasaan Raja Keraton Surakarta Pakubuwono X, sebagai pasar induk untuk kebutuhan sehari-hari dengan buah-buahan sebagai produk unggulan. Keberadaan pasar ini menjadikan Solo sampai hari ini sebagai sentra perdagangan buah di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Atau pasar Klewer sebagai pasar tekstil penopang pertumbuhan ekonomi Kota Solo yang keberadaannya tak bisa lepas dari jalinan industri batik yang banyak berkembang di Laweyan maupun Kauman yang juga telah berlangsung lama. Begitu juga dengan pasar Johar di kota Semarang maupun pasar Beringharjo di Yogyakarta juga telah lama menjadi pusat geliat ekonomi kerakyatan. Secara sosiologis, pasar tradisional memiliki arti penting bagi masyarakat.
Pasar tradisional berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi kerakyatan. Karakter khas dari pasar tradisional adalah sistem perdagangan dengan memakai pola harga luncur, tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan harga. Dengan pola hubungan ekonomi ini maka interaksi sosial terjalin akrab antara penjual dan pembeli. Sosialitas pun terbangun dalam masyarakat lewat kegiatan ekonomi. Fungsi pasar tradisional juga terus berkembang sebagai pusat pertemuan, pusat pertukaran informasi, aktivitas kesenian rakyat dan belakangan menjadi unggulan paket wisata. Dalam pemikiran demikian maka pasar tradisional merupakan aset daerah sekaligus perekat hubungan sosial dalam masyarakat. Sehingga runtuhnya pasar tradisional sebetulnya meruntuhkan bangunan social, ekonomi kerakyatan itu sendiri dan bisa jadi merembet pada pudarnya sosialitas masyarakat

Tidak ada komentar: